Kenapa Oh Kenapa: Menabung Itu Sangat Sulit!

Kenapa Oh Kenapa: Menabung Itu Sangat Sulit!
ISTOCK

Sesulit menahan nafas lebih dari 10 detik di bawah air. 

Saat membicarakan uang, apakah kamu termasuk tipe "sedia payung sebelum hujan" atau "tunggu hujan baru cari payung?" Jika yang terakhir, berita bagusnya: kamu tidak sendirian. Berita buruknya? Kamu juga tidak sendirian. Dan sebuah data dari penelitian di Amerika menyimpulkan bahwa dalam urusan finansial ternyata perempuan tidak seindependen seperti anggapan kita selama ini. Dengan kata lain, ungkapan "perempuan lebih pintar menyimpan duit," tidak lagi berlaku. Menabung tidak lagi menjadi stereotip gender. Seorang teman mengatakan bahwa menabung merupakan salah satu kebiasaan yang paling sulit dilakukannya, 100 kali lebih sulit dibandingkan menahan jeritan saat menonton IT. Now, we want to change that. Untuk membantumu menjadi penabung sejati, Dewi Syahputri, Independent Financial Adviser dari JOUSKA, membeberkan cara-caranya. 

TABUNGAN VERSUS DANA DARURAT

Mari memulai dengan mencari tahu apa sebenarnya tabungan itu. Beberapa orang mengartikannya sebagai dana darurat; kalau-kalau mau... ada duit—kalau-kalau mau liburan, ada duit di rekening. Benarkah keduanya sama? 

Dewi menjelaskan bahwa tabungan merupakan instrumen untuk menyimpan uang, dan seseorang dapat memilih dimana ia akan menyimpan uangnya misalnya di lembaga keuangan perbankan. Tabungan sifatnya likuid atau mudah untuk diambil apabila kita ingin menggunakannya. Sementara dana darurat... "Istilah ini muncul hanya menekankan pada kemudahan kita untuk mengakses atau akan menggunakan dana, dan instrumen penyimpanannya berada pada aset likuid," terang Dewi.

Seberapa banyak tabungan yang sebaiknya dimiliki agar bisa "merasa aman?" "Dalam perencanaan keuangan, setidaknya besaran aset likuid tersebut mampu untuk membiayai hidup kita selama satu tahun dan tidak melebihi 20% dari total keseluruhan aset. Nah, di sinilah tabungan dan "dana darurat" berkaitan erat. "Karena kita tidak pernah tahu kapan terjadi darurat dalam kehidupan, maka tabungan adalah salah satu instrumen penyimpanan uang yang dapat menjadi pilihan," terangnya. 

TABUNGAN ATAU INVESTASI?

Di masa sekarang ini, menurut Dewi tabungan merupakan alat paling mudah untuk belajar bagaimana mengelola keuangan sebelum kita beralih kepada instrumen penyimpanan uang lainnya, atau sebelum masuk dalam ranah investasi.

"MASIH MUDA, NGGAK PERLU MENABUNGLAH, YA?"

"Kaum muda memang identik dengan keinginan menikmati hasil upaya di masa mudanya dan menghabiskan hampir 100% dari pendapatannya untuk hal-hal konsumtif, serta melupakan pentingnya untuk memiliki tabungan," katanya. Namun, Dewi berargumen bahwa kita harus ingat satu hal: tabungan akan sangat berguna jika kita sudah tidak lagi produktif, tidak lagi memiliki pendapatan, dan terjadi hal-hal darurat yang tidak pernah diduga sebelumnya. "Jadi dengan memiliki tabungan, kita akan merasa aman serta tidak bergantung dan berharap kepada orang lain, peduli dengan masa depan dan memiliki rencana hidup dengan baik."

TAPI MENABUNG ITU MEMANG SUSAH. IYA, KAN? S.U.S.A.H

Dewi menjabarkan bahwa kesulitan menabung dialami olah banyak orang. Bukan hanya sulit, tidak sedikit yang merasa itu merupakan sesuatu yang mustahil. Menurutnya, alasan untuk membiayai keperluan sering menjadi penyebabnya. "Setiap orang memiliki standar gaya hidup yang bermacam-macam, gaya hidup sederhana atau sosialita. Pada dasarnya gaya hidup seseorang tidak berpengaruh terhadap kemampuan dan kebiasaan dalam menabung apabila mengetahui skala prioritas dalam pengelolaan uang. Misalnya untuk membayar hutang, membayar biaya pendidikan, cicilan rumah, dll." 

Itulah gunanya memiliki perencanaan keuangan, agar segala biaya dapat disesuaikan dengan profil kita pribadi—terutama disesuaikan dengan pendapatan. Namun Dewi berkata bahwa memiliki pendapatan yang besar bukan berarti semua masalah keuangan terpecahkan, atau jumlah saldo tabungan berlimpah di rekening. "Hal yang perlu diubah adalah bagaimana menabung dan investasi menjadi skala prioritas utama sebelum menghabiskannya untuk kebutuhan sehari-hari," tuturnya. 

LALU, LALU, ADAKAH LANGKAH PALING AWAL DAN MUDAH YANG HARUS DILAKUKAN ?

Ada. Namanya: buat perencanaan keuangan. "Dalam perencanaan keuangan, manajemen cashflow merupakan patokan bagaimana kita menghabiskan pendapatan dengan bijak. Dengan ini akan terlihat berapa persen kebutuhan primer (pokok) yang kita keluarkan, kewajiban (cicilan,biaya sekolah, dll) yang harus dibayarkan dan sekunder (entertainment, liburan, dll) yang kita inginkan," bebernya. Selain itu, manajemen cashflow dapat pula membantu dalam mengevaluasi sisa hutang yang dimiliki tanpa mengganggu aktivitas menabung dan investasi setiap bulannya.

DAN PERTANYAAN SEJUTA UMATNYA: BAGAIMANA CARA MEMULAI MENABUNG?

Dewi menuturkan bahwa sebenarnya cara-cara yang harus dilakukan sangat sederhana (dan mungkin kita sudah tahu, tapi belum melakukannya).

1. Mulai dengan membiasakan diri menyisihkan atau menabung terlebih dahulu sebelum menghabiskan untuk kebutuhan sehari-hari. Misalnya memulai dari 500rb/bulan untuk ditabung dan terus bertambah setiap bulannya sesuai dengan semakin bertambahnya pendapatan. "Ada kalanya seseorang akan merasa dan terbiasa hidup dengan sisa pendapatannya setelah menabung dan investasi telah ia lakukan." 

2. Mulailah dengan membuat anggaran pribadi, sehingga kita akan mengetahui mengapa sulit menyisihkan uang atau terpaksa menggunakan tabungan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. "Cukup dengan mencatat kebutuhan primer, kewajiban, dan sekunder sekali saja. Apabila kebutuhan sekunder yang menjadi porsi terbesar, kita dapat mengurangi aktivitas entertainment untuk sementara waktu saat pendapatan masih tetap dan belum meningkat," saran Dewi. Namun, apabila porsi kewajiban menjadi porsi terbesar, Dewi memberi ide untuk mencari tahu biaya terbesar dalam daftar kewajiban tersebut. "Misalnya cicilan kartu kredit 0%, tapi sudah memakan porsi pendapatan lebih dari 30%. Maka, hindari untuk berhutang lebih banyak. Dalam perencanaan keuangan inilah yang disebut manajemen cashflow."

3. Miliki target dan tujuan keuangan agar tetap rajin menabung. Menurut Dewi dalam menabung yang menjadi acuan adalah budget. Contohnya begini: sebut saja namanya Ahmad, dan saat ini pendapatannya 15 juta/bulan. Seharusnya, menilik dari kebutuhannya, Ahmad seharusnya setidaknya harus memiliki tabungan 100 juta di rekening pribadinya, tapi sekarang masih bersaldo 30 juta. Ini merupakan target dan tujuannya. Untuk mencapai jumlah 100 juta tersebut, saat ini Ahmad menabung 10 juta per bulan dengan biaya hidup 5 juta per bulan.

Tak beberapa lama, berkat prestasinya di kantor, pendapatan Ahmad naik menjadi 20 juta. Namun karena kebutuhan hidupnya masih sama (5 juta/bulan), Ahmad memutuskan untuk menabung 15 juta per bulan, alias lebih banyak lagi karena ingin mencapai target tabungan 100 juta dengan lebih cepat. "Memiliki target dan tujuan keuangan dapat membantu kita untuk konsisten menabung. Hasil konsistensi ini lalu akhirnya akan membuat kita akan merasa sayang apabila akan menggunakan tabungan hasil kerja keras tersebut hanya untuk kebutuhan konsumtif saja."