Di Balik Kilau Berlian sebagai Cincin Pertunangan

Di Balik Kilau Berlian sebagai Cincin Pertunangan
ISTOCK

“Berkilau” karena strategi pemasaran. 

Ah berlian, begitu cantik, berkilau dan romantis. Tidak heran banyak yang tergila-gila dengan batu permata ini. Terlebih, berkat sebuah tagline legendaris yang sudah melekat di memori kita selama bertahun-tahun: A Diamond is Forever. Pernyataan tersebut mengubah berlian menjadi tradisi penting dari pernikahan dan membuat tidak sedikit orang sangat terobsesi dengan permata ini dan menuntut pasangannya untuk memberikan berlian sebagai batu cincin tunangan. Padahal, harganya tidak murah!

Akan tetapi, tidak sedikit orang berargumen bahwa hanya karena sesuatu sudah menjadi norma sosial tidak berarti kita harus melakukannya. Terlebih, saat kita cari tahu lebih dalam tentang batu ini, informasi tersebut akan membuat berlian bisa tidak seberkilau atau seromantis seperti yang dikesankan selama ini.

Tradisi yang Tidak Terlalu Purba

Meski berlian sudah dikenal sebagai perhiasaan sejak abad ke-13, tradisi cincin pertunangan berlian masih terbilang baru. Sebelum abad 19, batu permata in dikhususkan untuk keluarga bangsawan dan hanya dipakai malam hari; memakainya pada siang hari dianggap terlalu vulgar! Baru pada akhir 1930an, berkat sebuah perusahaan kecil bernama De Beers, ide tentang berlian sebagai cincin pertunangan mulai berkembang di pasaran.

Kekuatan Marketing

Semua orang tahu salah satu kunci terpenting dari perubahan sosial adalah metode pemasaran yang bagus. Strategi marketing yang bagus mampu membuat seseorang memenangkan pemilu, menggerakkan social movement, dan menciptakan tren dalam budaya popular

Sebelum Apple, Google, Amazon atau bahkan Oprah menguasai dunia pemasaran, De Beers sudah berhasil menciptakan salah satu kampanye marketing paling sukses dalam sejarah Amerika dan dunia: “A Diamond Is Forever.”

Ceritanya begini: satu waktu pada tahun 1940an, sebuah iklan agensi di Philadephia, N.W. Ayer, diberi mandat untuk meningkatkan penjualan berlian, yang mengalami penurunan sejak Great Depression. Frances Gerety, satu-satunya copy writer perempuan di perusahaan tersebut, diberi tanggung jawab untuk menciptakan sebuah situasi agar hampir setiap orang yang ingin menikah merasa harus memiliki berlian. Singkatnya, cincin pertunangan tidak bisa disebut cincin pertunangan bila bukan berlian. 

Sejak saat itu, penjualan De Beers semakin meningkat. Pada tahun 2016, penjualannya bernilai 3 milyar dollar, naik 18% dari tahun sebelumnya. Thanks to Ms. Gerety!

Berlian Tidak Selangka yang Kita Kira

Menciptakan sebuah kebutuhan psikologis atas berlian adalah tujuan lebih besar dari strategi marketing yang membuat De Beers sangat sukses. Pengusaha berlian mempengaruhi konsumen dengan menebarkan ide bahwa berlian adalah batu berharga yang sangat langka—sebuah klaim yang tidak sepenuhnya benar.

Memang berlian adalah salah material yang paling sulit ditemukan di bumi, tapi bukan yang terlangka. Menurut International Gem Society, pada kenyataannya, dari semua batu permata, berlian adalah pertama yang paling umum. Namun, karena De Beers mendirikan pertambangan berlian pertama di Afrika Selatan dan berhasil memegang kendali persediaan berlian yang ditemukan di bagian lain Afrika dan Amerika Selatan, membuat orang tidak mudah untuk membeli berlian dari perusahaan lain. Dampaknya, De Beers mampu menetapkan harga berlian, serta mengklaimnya sebagai batu permata “langka.”

Bentuk Investasi yang Tidak Terlalu Bagus

Jika pernah mencoba untuk menjual sebuah berlian, kemungkinan besar kamu sudah tahu bahwa nilai batu ini berkurang sampai 50% begitu keluar dari toko perhiasan! Yikes, ternyata lebih parah daripada menjual mobil bekas.