Lupakan BMI, Coba Ukur Badan Sehat dengan Cara Ini

Lupakan BMI, Coba Ukur Badan Sehat dengan Cara Ini
ISTOCK

Timbangan badan juga boleh dibuang. 

Secara rasional kita tahu bahwa sebagai perempuan ada faktor yang mempengaruhi fluktuasi berat badan setiap hari—apapun mulai dari kandungan air di dalam tubuh, hormon sampai makanan padat.

Namun, tetap saja selama bertahun-tahun banyak yang terobsesi dengan angka, timbangan, dan hitung-hitungan yang namanya BMI. Setiap kali naik ke mesin timbangan dan melihat angka dari mata yang setengah tertutup, rasanya makan hati, dan mau tidak mau menerima kenyataan: bahwa berat badan bertambah lagi dalam hitungan jam. Cuma beda pagi dan siang. Padahal, kita sudah melakukan banyak hal mulai dari bikin target hidup sehat, bergabung menjadi anggota gym, makan lebih sehat tiap hari (dan selalu menolak ajakan teman minum unicorn frappuccino)—tapi tetap saja angka di timbangan tidak berubah.

Bertahun-tahun sebenarnya banyak ahli yang tidak begitu mendukung keabsahan BMI atau body mass index. Namun, tetap saja panduan ini dipakai. Di bawah bendera BMI, yang menghitung berdasarkan berat dan proporsi tinggi badan, seseorang yang sangat fit bisa dianggap “kelebihan berat badan” atau bahkan “obesitas”. Ini karena tulang lebih padat dari lemak, yang akhirnya mengakibatkan angka berat yang lebih besar—bahkan jika, secara teknis, kita memiliki garis pinggang yang kecil.

Penelitian terbaru ini tidak hanya menitik-beratkan pada isu ini, tapi juga menawarkan sebuah cara yang lebih akurat untuk mengukur fisik seseorang. Dalam penelitian ini, para ilmuwan mengobservasi lebih dari 42.000 orang selama lebih dari 10 tahun, memonitor BMI dan rasio pinggang-ke-panggul (sebuah ukuran untuk mengetahui berapa berat pada bagian tengah badan). Lebih dari 5000 peserta meninggal selama periode tersebut—dan mereka akhirnya menemukan bahwa komposisi tubuh berperan dalam tingkat kehidupan seseorang. Namun, tidak ada hubungannya dengan BMI.

Para ilmuwan ini menyimpulkan bahwa mereka yang memiliki BMI normal dan rasio pinggang-ke-panggul yang tinggi, memiliki 22% kemungkinan lebih cepat meninggal dibandingkan dengan mereka yang mempunyai BMI normal dan ratio pinggang-ke-panggul lebih rendah. Namun yang lebih mengejutkan adalah: mereka yang memiliki BMI tinggi tapi rasio pinggang-ke-panggulnya lebih rendah akan hidup lebih lama dibandingkan mereka yang memiliki BMI normal dan rasio pinggang-ke-panggul lebih tinggi. Dengan kata lain, mereka yang secara teknis dikategorikan kelebihan berat badan atau obesitas sebenarnya secara fisik lebih bugar dibandingkan dengan mereka yang miliki angka berat yang “normal” dan lemak perut yang lebih banyak. Dalam kategori ini dibuktikan betapa tidak sebegitu signifikannya BMI dalam konsep kebugaran fisik.

Penasaran bagiamana menghitung rasio pinggang-ke-panggul? Begini caranya: bagi ukuran lingkar pinggang dengan bagian terlebar panggul dan pantat. Menurut standard World Health Organisation, rasio yang berada di bawah 0.85 dianggap sehat. Namun, yang sebenarnya lebih penting adalah untuk tidak terlalu terobsesi dengan angka-angka nol koma itu dan fokuslah kepada bagaimana membuat pakaian tetap muat dan yang lebih penting, perasaan tetap enak dan sehat.