Anak Memiliki Teman dengan SARA yang Berbeda: Pentingkah?

Anak Memiliki Teman dengan SARA yang Berbeda: Pentingkah?
ISTOCK

Orangtua dan stereotip. 

Untuk orangtua yang khawatir karena merasa atau berpikir anak-anak dari berbeda latar belakang mungkin akan memberikan efek negatif, apa saran yang bisa diberikan?

Orangtua sebaiknya lebih membuka cara pandangnya mengenai adanya keberagaman SARA dan keunikan masing-masing individu. Dari suatu perbedaan kita bisa belajar, tidak hanya dari persamaan. Dari perbedaan atau keberagaman, anak bisa belajar untuk saling memahami, menghargai dan berempati. Orangtua sebaiknya membiasakan untuk berdiskusi dengan anak dan menghargai setiap pendapat anak. Dari hal tersebut, orangtua dapat masuk dalam memberikan penanaman moral dan agama, dengan tidak memberikan judgement pada SARA tertentu apabila orangtua memang ingin menjaga anaknya dari efek negatif lingkungan. Anak dapat diajak berbincang untuk mempunyai aturan tertentu di dalam keluarga, dan sama-sama berkomitmen dengan aturan tersebut sehingga anak dapat menjadi seorang yang lebih menghargai suatu perbedaan atau keberagaman, yang pada awalnya dimulai dari lingkungan terkecil, keluarga.

Bagaimana dengan anak-anak yang tinggal di lingkungan dengan satu agama atau etnis tertentu, atau bersekolah di tempat yang cenderung menerapkan sistem seleksi sendiri (misalnya, hanya berdasarkan satu agama, atau satu gender)? Bagaimana memastikan bahwa mereka memiliki kesempatan untuk bisa menentukan teman dan hubungan sendiri dengan anak lain, terlepas dari SARA?

Homogenitas lingkungan memang menimbulkan kemungkinan anak menjadi kurang memahami, menghargai, dan berempati pada suatu perbedaan atau keberagaman. Pada akhirnya suatu sistemlah yang dapat mengubah hal itu. Sistem dalam lingkungan keluarga dan sekolah. Sistem dalam lingkungan keluarga yang sudah disebutkan sebelumnya. Pada lingkungan sekolah, yang kemungkinan mempunyai tingkat homogenitas yang tinggi biasanya pada sekolah swasta. Sistem sekolah sebaiknya mengadakan atau membiasakan menyelenggarakan kegiatan saat anak-anak bisa berinteraksi tidak hanya dengan lingkup sehari-harinya, seperti melakukan kegiatan sosial dengan anak ikut terjun langsung menjadi pelakunya. Anak melakukan kegiatan/kunjungan pada suatu yayasan atau sekolah lain untuk sharing dan melakukan kegiatan bersama dengan mereka. Sekolah juga bisa mengadakan kegiatan pertukaran pelajar—misalnya, anak-anak mendampingi adik kelasnya yang beda sekolah atau anak yang berkebutuhan khusus. Kegiatan-kegiatan tersebut apabila dilakukan dengan berkelanjutan maka dapat membuka pandangan anak dan melatih anak untuk memahami, menghargai, dan berempati.