Ayu Utami: 'Ketika Tidak Terjadi, Berarti Its Not My Fate'

Ayu Utami: Bicara tentang Takdir
WOOP.ID/YOGO TRIYOGO

Cerita seorang perempuan yang ingin punya anak dan menjadi ibu. Bercerita tentang takdir.

Kenapa bersedih?

"Karena pada momen itu, gue pengen punya anak," ujar Ayu dengan suara jernih. "Setelah bertahun-tahun, itu momennya, tapi ternyata, ada kendala, nih. Trus kayak ada perasaan ‘Kenapa gue nggak mengecek dari dulu ya?' Jadi akhirnya, kayak seandainya-seandainya gitu kan?"

Terdiam sesaat, lalu Ayu melanjutkan, "tapi kemudian gue berpikir bahwa ini udah jalannya. Ada momen, ini adalah hari dimana gue harus ngecek dan harus tahu gitu. Dan berarti ini adalah momen gue harus berusaha. Tapi gue sedihnya malam itu aja. Gue berdoa, ‘Ya Allah, tolong singkirkan rasa nggak enak ini karena gue mau usaha sekarang.' Karena gue memang nggak mau sedih-sedih-sedih, nggak mau stres. Yah udah, besoknya gue bangun fine fine aja." 

Dan sama seperti pernikahan dan kehamilan pada umumnya, ini melibatkan suami dan istri. "Suami gue pengen punya anak," tambah Ayu. "Dari awal pacaran dan kita sempat dua tahun tinggal bareng sebelum menikah, dia sudah bilang 'Kalau kamu hamil, aku siap kok tanggung jawab. Nggak masalah.' Tapi karena dia tahu bahwa gue secara mental belum siap, dia nggak masalah. Dan hal ini nggak pernah jadi isu di antara kita berdua—berantem strictly karena perbedaan. Dan itu yang gue appreciate—appreciate dari seorang pasangan yang tidak mempermasalahkan itu. Berarti dia cinta gue bukan karena ‘Oh lo harus ngasih gue anak.' Bukan. Dia cinta gue karena dia cinta me as I am (sambil menunjuk dirinya), bukan mencari keturunan," tegasnya. 

Dan apa tanggapan suaminya dengan diagnosa tersebut? 

"Justru suami gue meng-encourage," jawabnya dengan nada istri bangga terhadap suami. "Yah udah, akhirnya gue bilang ‘Gue kayaknya nggak bisa deh melalui tahap kedokteran itu, yang semua surgical itu, belum siap. Mendingan cari solusi yang herbal dulu, yang benar, yang natural.’ Terus dia bilang, ‘Yah, nggak masalah, namanya juga usaha. Kamu belum siap, yah udah.’ Suami gue gokil sih, jadi nggak papa. Dia ngomong, 'Maunya pake cara apa dulu? Cara herbal dulu, natural dulu? Yah,udah dijalanin aja,'" katanya mengingat percakapan mereka  setelah mendengar diagnosa dokter. 

Secara tradisi (paling tidak dalam budaya Timur), sebuah trajektori hidup seseorang yang ideal adalah: sekolah, kuliah, kerja, dapat jodoh, menikah, punya anak, (antara beli mobil atau rumah), punya cucu, dan mati. Terlebih untuk perempuan, ada yang namanya jam biologis dan masa kadaluarsa yang memperkecil kemungkinan memiliki turunan, lalu setelahnya... menopause. "

"Hahaha, dibandingkan dengan jam biologis yang terbatas, gue lebih deg-degan dengan menopause. Hahaha," kekehnya. "Anjir! Gue ngeliat orang yang pra-menopause itu secara emosi itu naik-turun, benar-benar yang mood swing. Dan gue yang seorang Pisces, gue nggak kebayang kayak apa hidup gue pas pra-menopause!" tuturnya masih tertawa. 

Dan jika membicarakan pola ideal tadi, biasanya pasangan suami-istri akan dibombardir dengan pertanyaan ("dulu gue pikir ini hal umum yang ditanyakan, saat itu gue belum punya knowlegde bahwa ini hal yang sensitif"): 'Kok belum isi?' 

"Yah, awal-awal pernikahan pasti ditanya, tapi jawaban gue palingan 'belum, belum'. Namun setelah dua tahun mulai risi 'kan, tiga empat lima dan seterusnya itu mulai risih. Apalagi kalau misalnya ditanya 'Sudah punya putra?' 'Oh belum.' 'Oh baru nikah, ya?' 'Nggak, udah lama,'" ucapnya menirukan percakapan semacam itu dengan nada sebal. "You know," lanjutnya dengan nada sedikit agresif dan mengetuk-ngetuk meja, "at that point lo tahu bahwa ini akan menjadi percakapan yang panjang. Either lo dibilang,'Ya udah sabar aja’ atau ‘Oh, kenapa?’ Itu leads-nya ke situ tuh, antara dua itu," ujarnya sewot. 

Dan bagaimana biasanya Ayu menanggapinya. 

"Nah," jawabnya sambil menyengir jahil, "itu tergantung mood. Kalau mood gue lagi bagus, gue jawab misalnya dengan ‘Oh, memang belum dikasih, tapi…’ Kalau malas kadang-kadang gue juga jadinya bohong: ‘Oh baru nikah, ya?’ ‘Iya’ (dengan ekspresi polos). Udah 'kan, jadi percakapannya selesai 'kan? ‘Oh enak ya, baru masih berasa pacaran' ‘Heeh,’" katanya menirukan intonasinya—manis dan lugu— setiap melakukan interaksi basa-basi itu.

Untungnya keluarga besar Ayu dan teman-teman dekatnya mengerti dan suportif. 

"Entah kenapa keluarga dari suami gue itu super, super open-minded. Itu sih, yang mungkin orang akan melihatnya dan bilang ‘Ih, kayak keluarga bule ya, padahal Jowo banget.' Dan dari sisi gue juga, mereka tahu bahwa pertanyaan-pertanyaan begitu membuat gue bisa stres, jadi yah... begitu, benar-benar tidak ada anggota keluarga yang menohok dengan 'Lo sudah umur segini, nggak punya anak," ujarnya santai. 

Teman-teman? Tetangga?