Nyatanya, Perempuan di Dunia Kedokteran Masih Mendapat Diskriminasi Gender

Diskriminasi Gender Masih Terjadi di Dunia Kedokteran
Dokter perempuan

Ketimpangan gender dan diskriminasi masih dirasakan oleh para perempuan di dunia kedokteran. Apa yang menyebabkan itu terjadi?

Kesetaraan gender di dunia kesehatan ternyata belum bisa terealisasi, karena nyatanya perempuan di dunia kedokteran masih mendapat diskriminasi.

Sejak masih menjadi mahasiswa hingga ke masa pensiun, perempuan di dunia kedokteran nyatanya mendapat tekanan dari banyak pihak. Saat pria memperkenalkan dokter perempuan, mereka kerap melewatkan gelar profesional dan memanggilnya dengan nama depan, berbanding terbalik ketika dokter pria saling berkenalan.

Selain itu, dokter perempuan pun memiliki sedikit peluang menjadi dekan, kepala eksekutif, profesor tetap, pemimpin redaksi, hingga peneliti utama. Dengan kata lain, jabatan-jabatan tinggi tersebut tak bisa didapatkan dengan mudah oleh perempuan.

Dokter perempuan memeriksa pasien
Dokter perempuan memeriksa pasien

Tak berhenti sampai di sana, bahkan setelah disesuaikan untuk pelatihan, produktivitas dan spesialisasi selama bertahun-tahun, perempuan di bidang kedokteran berpenghasilan hampir 30% lebih rendah dibanding laki-laki.

Baca juga: Rayakan Hari Wanita, Kapal Pesiar Ini Berlayar dengan Seluruh Kru Wanita

Hal ini terlepas dari bukti yang muncul bahwa dokter perempuan mampu mendengarkan keluhan pasien lebih baik, dan memberikan perawatan lebih efektif.

Lantas, dari mana ketimpangan ini dimulai? Jika mendengarkan dengan seksama, laki-laki dalam kedokteran sebagai besar dinilai oleh prestasi mereka, sedangkan wanita dalam dunia kedokteran harus mendapat penilaian atas pakaian, sikap, hingga ambisi mereka.

Dokter perempuan
Dokter perempuan

Ironisnya, perempuan dalam dunia kedokteran mampu mentolerir penghinaan mereka secara diam-diam untuk mencegah adanya reaksi berlebih dari rekan kerja. Pasalnya, kritik bisa membungkam mereka dengan mengatakan bahwa penghormatan harus diperoleh dengan membayar sejumlah ekuitas yang sesuai.

Dengan kata lain, jika pekerjaan perempuan benar-benar sebagus pria, masalah kesetaraan gender tidak akan ada. Retorika yang menyimpang ini mengalihkan perhatian dari hambatan-hambatan yang menghambat kemajuan.

Bahkan laporan WHO baru-baru ini menyoroti bahwa perempuan mengisi 70% peran perawatan kesehatan, dan mengejutkannya hanya seperempat yang menempati jabatan senior.

Selanjutnya: Penampilan ternyata masih menjadi faktor utama dalam menentukan status sosial seseorang, terlebih untuk seorang perempuan. Ini dia penelitiannya!